Kewirausahaan Sosial, Alternatif Penerimaan Biaya Pada PKBM

Abstrak

Ketergantungan PKBM terhadap subsidi pemerintah sebagai satu-satunya sumber penerimaan membuat pelaksanaan program PKBM terganggu kelangsungannya serta mengurangi kualitas pendidikan. Dari dua sumber penerimaan non profit, PKBM harus mulai mengembangkan potensinya untuk menambah penerimaan dengan memproduksi sumberdayanya sendiri atau dengan bekerjasama dengan orang lain.

Salah satu alternatif yang dapat dipilih adalah kewirausahaan sosial yang sudah berhasil meningkatkan penerimaan di berbagai negara. PKBM dapat menerapkan kewirausahaan  tersebut dengan penyesuaian terhadap kemampuan dan karakteristik PKBM itu sendiri. Beberapa usaha wirausaha sosial yang berhasil itu diantaranya (1) Menghasilkan uang dimanapun, tidak dengan aktivitas sambil iseng,  (2) lembaga non profit biasanya lebih sering berwirausaha dengan menggunakan aset organisasi yang ada dibandingkan membuka usaha yang baru, (3) Menciptaklan jabatan baru dalam organisasi yang akan diisi oleh personel yang berbakat dalam kewirausahaan, (4) Lembaga yang bergerak di bidang usaha Mengumpulkan lebih banyak data, dimana memulai dan mengembangkan usaha harus terukur, (5) Biaya Pengembangan dan investasi yang dibatasi, (6) Membawa beberapa manfaat melebihi pendapatan, (7) Rasio risiko rendah dibandingkan penggalangan dana secara tradisional, (8) Pendapatan yang diperoleh masuk akal baik bagi mereka yang berharap keuntungan kecil maupun keuntungan besar, (9) Tidak semua dapat menghasilkan uang, dan (10) memperhatikan kunci keberhasilan wirausaha sosial.

  1. Pendahuluan

 

Studi tentang pendanaan pendidikan di Indonesia pada tahun 1997 tentang pendanaan pendidikan secara komprehensif yang dilakukan untuk Bappenas bekerjasama dengan ADB menyatakan bahwa anggaran untuk pendidikan dasar terlalu kecil, sehingga meskipun pemerintah menyediakan anggaran untuk gedung dan guru serta perbaikan sistem maupun buku melalui anggaran pembangunan, kebutuhan operasional lainnya tetap tidak terpenuhi dan pihak sekolah harus meminta sumbangan orang tua dan masyarakat (Nanan Fattah&Diding Nurdin, 2007). Fenomena yang terjadi pada pendidikan sekolah tersebut juga terjadi pada pendidikan luar sekolah. Pemerintah yang beberapa tahun terakhir ini lebih memperhatikan pendidikan luar sekolah dengan meningkatkan anggaran pendidikan pendidikan luar sekolah, umumnya hanya membiayai program pendidikan luar sekolah tertentu, tanpa menganggarkan biaya untuk operasional lembaga.

Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang terkait satu sama lain, yaitu sisi anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.Pengeluaran sekolah/lembaga pendidikan dapat dikategorikan kedalam beberapa item pengeluaran, yaitu: (1) Pengeluaran untuk pelaksanaan pembelajaran, (2) Pengeluaran iuntuk tata usaha sekolah, (3) pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, (4) kesejahteraan pegawai, (5) Administrasi, (6) pembinaan teknis edukatif, dan (7) Pendataan (Nanan Fattah&Diding Nurdin, 2007). Jenis pengeluaran pada pendidikan luar sekolah juga kurang lebih sama dengan pada sekolah. Bedanya justru pada pendapatan lembaga pendidikan. Jika pada pendidikan sekolah, pihak sekolah dapat mengajukan BOS dan meminta sumbangan kepada orang tua dan masyarakat, maka pada pendidikan luar sekolah tidak ada subsidi sejenis BOS dan tidak memiliki peluang untuk meminta pada masyarakat dan orang tua, karena sasaran program pendidikan luar sekolah mayoritas adalah warga masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah.

PKBM sebagai salah satu satuan pendidikan luar sekolah memiliki masalah anggaran biaya seperti dijelaskan diatas. Terutama untuk anggaran penerimaan, subsidi Pemerintah yang hanya untuk penyelenggaraan program saja, kecilnya peluang mendapatkan sumbangan dari warga belajar dan orang tua wali, ditambah lagi orientasi pendidikannya yang non profit dan bersifat sosial mengharuskan PKBM menggali potensi pendapatan lembaganya dengan cara lain. Program PKBM akan sangat terganggu jika hanya mengandalkn subsidi dari pemerintah. Keharusan terhadap PKBM menggali potensi pendapatanya tidak lain bertujuan demi kelangsungan program, caranya PKBM harus memiliki kemandirian secara finansial. Kemampuan membiayai programnya sendiri tanpa harus tergantung dengan subsidi pemerintah memungkinkan PKBM dapat menyelenggrarakan program yang lebih mapan dan bervariasi.

PKBM sebagai lembaga yang memposisikan dirinya sebagai agen perubahan dalam pemberdayaan masyarakat, berbanding terbalik sengan kondisi dan kapasitasnya sebagai lembaga yang tidak berdaya dan sangat tergantung dengan subsidi pemerintah. Kemandirian PKBM secara finansial selintas memang terlihat kontraproduktif dengan tujuan organisasinya sebagai organisasi non profit. Namun, PKBM dapat mengkombinasikan orientasi organisasi yang non profit dengan kebutuhannya untuk mandiri dengan melakukan kewirausahaan sosial (social entrepreneurship).

Kewirausahaan sosial (Siosial enterpreneurship) adalah keterlibaran individu atau kelompok yang menciptakan kemandirian organisasi untuk mengerahkan ide dan sumberdaya untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial dengan meningkatkan pendapatan yang berdasarkan orientasi non profit. Kewirausahaan sosial (sosial enterpreneurship) yang memiliki tiga pilihan pedoman pelaksanaannya, yaitu misi sosial, format organisasi, dan model bisnis yang khas juga dapat membuat organisasi PKBM mandiri, dinamis dan bebas dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial tanpa harus terikat batas territori dan terlibat urusan politik pemerintahan.     

  1. Kajian Literatur

2.1.  PKBM Sebagai Organisasi Non Profit

PKBM merupakan salah satu satuan pendidikan Nonformal (UU No.20 tahun 2003). Definisi PKBM berdasarkan publikasi Depdiknas adalah suatu wadah yang menyediakan informasi dan kegiatan belajar sepanjang hayat bagi setiap warga masyarakat agar lebih berdaya.   Terdapat enam (6) program yang dilaksanakan PKBm, yaitu: (1) keaksaraan Fungsional (KF), (2) Kejar Paket A, B, C (Kepak A/B/C), (3) Kelompok Belajar Usaha (KBU), (4) Beasiswa/ Magang, (5) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), dan (6) Kursus. Dalam menjalankan programnya, PKBM memiliki fungsi (1) fungsi utama: sebagai wadah berbgai kegiatan belajar masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikan yang diperlukan untuk mengembangkan diri dalam masyarakat, dan (2) fungsi pendukung: sebagai pusat informasi, pusat jaringan informasi dankerjasama bagi lembaga yang ada di masyarakat (lokal) dan lembaga di luart masyarakat, sebagi tempat koordinasi, konsultasi, komunikasi, dan bermusyawarah para pembina teknis, tokoh masyarakat danbpara pemuka agama untuk merencanakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa dan sebagai tempat kegiatan penyebarluasan program dan teknologi tepat guna.

Satuan pendidikan merupakan lembaga/organisasi penyelenggara pendidikan luar sekolah yang berorientasi non profit/nir laba. PKBM yang meriupakan organisasi nirlaba memiliki karakteristi Nir laba berasal dari 2 kata yaitu nir-yang artinya tidak dan laba yang artinya mendapatkan laba[1] dengan demikian arti nirlaba adalah tidak mendapatkan laba. Lembaga nir laba dapat diberi pengertian sebagai suatu lembaga yang didalamnya terjadi berbagai aktivitas yang berkaitan dengan pencapaian tujuan-tujuan yang berbeda ukurannya, yaitu bukan untuk memperoleh profit yang dibagikan untuk para anggota ataupun pengurus,bila dibandingkan dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh lembaga-lembaga yang bergerak untuk memperoleh profit[2]. Keuntungan yang diperoleh pada lembaga ini ditujukan bagi kepentingan beneficiary (http://dyahhapsariprananingrum.blogspot.com).

Banyak hal yang membedakan antara organisasi non profit dengan organisasi lainnya (laba). Dalam hal kepemilikan, tidak jelas siapa sesungguhnya ’pemilik’ organisasi non profit, apakah anggota, klien, atau donatur. Pada organisasi profit, pemilik jelas memperoleh untung dari hasil usaha organisasinya. Dalam hal donatur, organisasi non profit membutuhkannya sebagai sumber pendanaan. Berbeda dengan organisasi profit yang telah memiliki sumber pendanaan yang jelas, yakni dari keuntungan usahanya. Dalam hal penyebaran tanggung jawab, pada organisasi profit telah jelas siapa yang menjadi Dewan Komisaris, yang kemudian memilih seorang Direktur Pelaksana. Sedangkan pada organisasi non profit, hal ini tidak mudah dilakukan. Anggota Dewan Komisaris bukanlah ’pemilik’ organisasi (wikipedia.org).

2.2.  Sumber Penerimaan Organisasi Non Profit

Secara konsep sumber penerimaan sumber daya pada lembaga non profit meliputi :
Pertama, penggalangan dana atau fundraising yang berasal dari pihak lain di luar lembaga, baik pemerintah, korporasi ataupun pihak lain. Kedua, sumber daya yang diproduksi oleh lembaga baik sendiri maupun bekerjasama dengan lembaga lain (http://dyahhapsariprananingrum.blogspot.com). Bila non profit sumber penerimaan biayanya sesuai dengan yang pertama, maka hubunganya dengan sponsor baik pemerintah maupun korporasi adalah bersifat semi-dependent. Sedangkan jika non profit sumber penerimaan biayanyaseperti yang kedua maka dapat disimpulkan sementara bahwa pada non profit yang demikian penggalangan sumber daya dilakukan secara mandiri, karena pada dasarnya funding dalam memberikan pendanaan selalu diikuti dengan persyaratan-persyaratan tertentu, sehingga lembaga tidak dapat secara mutlak independen dari kepentingan funding. Selain itu, kelebihan dari PKBM sebagai sa;lah satu bentuk satuan pendidikan luar sekolah adalah dalpat memanfaatkan dua model sumber penerimaan tersebut diatas.

Baik model pertama maupun model kedua atau kombinasi keduanya yang diterapkan pada non profit, secara umum alasan yang mendasari dilakukanya penggalangan sumber daya oleh lembaga non profit ini adalah sebagai berikut: (1) Agar dapat bertahan hidup (pada masa dana luar negeri sudah semakin sedikit, terutama bagi organisasi-organisasi kecil), (2) Agar mendapat dana untuk perluasan dan pembangunan (3) Agar tidak terlalu tergantung pada lembaga donor asing atau sumber dana lain (4) Agar dapat membangun kelompok pendukung dalam masyarakat, dan (5) Agar dapat mewujudkan organisasi yang kokoh dan berumur panjang (http://dyahhapsariprananingrum.blogspot.com).

2.3. Kewirausahaan Sosial

PKBM sebagai organisasi nirlaba memiliki fokus untuk melayani masyarakat dengan tidak mengambil keuntungan finansial dari kegiatannya. Umumnya, PKBM di Indonesia mengandalkan subsidi pemerintah dalam pembiayaan pelaksanaan programnya, bahkan sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak PKBM yang lahir karena ada subsidi dari pemerintah dan hanya menyelenggarakan program pendidikan jika dana subsidi sudah cair. Fenomena seperti ini tentu saja mengganggu keberlangsungan program, karena dapat mengurangi kualitas penyelenggaraan pendidikan dan berimbas pada berkurangnya kualitas hasil pendidikan.

Fakta lain menunjukkan bahwa banyak lembaga pendidikan yang dikelola swasta yang juga menangani jenis pendidikan yang sama dengan PKBM dapat berlangsung lancar dan dipercaya oleh stakeholdernya, contohnya saja lembaga training yang banyak bermunculan dewasa ini atau lembaga kursus seperti primagama, ganesha operation yang dapat menyelenggarakan program pendidikan dengan kualitas baik tanpa harus tergantung dengan subsidi pemerintah.

Fakta diatas tentu harus dijadikan cermin oleh penyelenggara program untuk dapat bersaing dengan penyelenggara pendidilkan luar sekolah yang dikelola oleh swasta. Satuan pendidikan memiliki kelebihan karena dapat mengakses dana subsidi pemerintah untuk biaya penyelenggaraan progamnya. Satuan PKBM dalam hal ini PKJBm juga tidak dilarang untuk mengembangkan potensi sumberdayanya untuk menghasilkan biaya pendapatan. Dengan kelebihan dan potensin yang dimiliki PKBM tersebut, seharusnya pendidikan luar sekolah dpat lebih baik dari primagama, GO, dan lembaga swasta lain. Karena selain dapat subsidi pemerintah, PKBM juga dapat mengusahakan biaya penerimaan lembaganya dengan berwirausaha. Kewirausahaan merupakan salah stau alternatif peningkatan daya saing masyarakat Indonesia dalam globalisasi.  Kewirausahaan adalah sikap dan perilaku wirausahawan. Perilaku wirausahawan adalah aktivitas memadukan kepribadian, peluang, dana, dan sumber daya yang terdapat pada lingkungan untuk mendapatkan keuntungan (Sudjana, 2000). Namun perlu diingat bahwa PKBM merupakan organisasi non profit, jadi aktivitas kewirausahaannyapun harus yang sesuai dengan orientasinya. Kewirausahaan yang dimaksud adalah kewirausahaan sosial.

Kewirausahaan sosial (Social enterpreneurship) adalah keterlibaran individu atau kelompok yang menciptakan kemandirian organisasi untuk mengerahkan ide dan sumberdaya untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial dengan meningkatkan pendapatan yang berdasarkan orientasi non profit. Kewirausahaan sosial (sosial enterpreneurship) yang memiliki tiga pilihan pedoman pelaksanaannya, yaitu misi sosial, format organisasi, dan model bisnis yang khas juga dapat membuat organisasi PKBM mandiri, dinamis dan bebas dalam menyelesaikan masalah-masalah sosial tanpa harus terikat batas territori dan terlibat urusan politik pemerintahan.

Kewirausahaan sosial memungkinkan PKBM untuk membuat kegiatan ekonomi yang lebih variatif seperti pinjaman kecil yang dipraktekkan Bank Grameen di Bangladesh, Menciptakan lapangan kerja seperti yang dilakukan The Mondragon Cooperative di Spanyol, atau Perdagangan yang adil seperti yang dilakukan Traidcraft di Inggris. Ruang lingkup yang luas pada kewirausahaan sosial memunculkan setidaknya tiga pilihan kunci utama untuk kewirausahaan sosial (1) Misi sosial, dimana wirausahawan menekankan misi sosialnya sebagai hal utama yang diperhatikan. Misi tersebut dapat mencakup tujuan akhir dan proses operasional, (2) Bentuk organisasi, dimana PKBM dapat membentuk organisasinya lebih kooperatif terhadap stakeholder dan kebutuhan mereka sehingga seringkali bentuk organisasi ini juga lembat dalam membuat keputusan-keputusan berat karena harus memperimbangkan stakeholdernya, (3) Model usaha, PKBM dapat melakukan kegiatan usaha sebagaimana wirausaha lainnya atau dengan melakukan banyak konsultasi di berbagai bidang diamana wirausaha sosial dapat menghasilkan uang jauh lebih banyak dibanding subsidi yang ditawarkan pemerintah. 

Jadi dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan sosial pada dasarnya sama dengan kewirausahaan umumnya yang memiliki banyak hubungan dengan perusahaan-perusahaan komersial. Perbedaanya hanya pada orientasi dan kegiatan ekonomi nya memang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan dan sering kali bertujuan untuk amal.

2.4.  Penerapan sosial enterpreneurship pada PKBM

Praktek sosial enterpreneurship oleh organisasi non profit sudah berlangsung diberbagai negara dengan variasi bidang yang berbeda. Terdapat beberapa contoh yang ditulis oleh Shore (2003) yang terjadi di berbagai negara tentang lembaga non profit yang berhasil meningkatkan penerimaannya secara signifikan dan alternatif penerapannya dalam PKBM dengan tanpa menyalahi orientasi kelembagaannya sebagai lembaga non profit, diantaranya:

  1. Menghasilkan uang dimanapun, tidak dengan aktifitas sambil iseng.

Lembaga non profit dapat menghasilkan uang dengan cara melakukan kegiatan jual beli seperti umunya. Lembaga non profit dapat menyewakan aset organisasinya ketika tidak sefang tidak digunakan. Menyewakan gedung, mobil atau memberikan konsultasi pada fihak lain.

  1. Lembaga non profit biasanya lebih seringberwirausaha dengan menggunakan aset organisasi yang ada dibandingkan membuka usaha yang baru. Misalnya setelah PKBM menyelenggarakan kursus montir, PKBM dapat membuka lapangan kerja bagi warga belajharnya dengan membuka bengkel atas nama PKBM.
  2. Menciptaklan jabatan baru dalam organisasi yang akan diisi oleh personel yang berbakat dalam enterpreneurship.PKBM dapat mengajak para pemuda potensial untuk memulai usahanya bersama PKBM dan memberi tempat dalam organisasi atau PKBM juga dapat meminta seorang ahli di bidangnya untuk mengisi posisi tertentu di PKBM sebagai kerja sosial. PKBM dapat memanfaatkan potensi dan keahlian untuk mengembangkan usahanya.
  3. Lembaga yang bergerak di bidang usaha Mengumpulkan lebih banyak data, dimana memulai dan mengembangkan usaha harus terukur. PKBM harus mengumpulkan data sebagai bahan pertimbangan usahanya, kebutuhan konsumen, estimasi keuntungan dan jangka waktu balik modal. Dengan kata lain PKBM harus mempersiapkan dan mempertimbangkan keputusan-keputusan usahanya dengan alasan mendasar dan ilmiah.
  4. Biaya Pengembangan dan investasi yang dibatasi. Kurangnya pengukuran jelas memiliki hunbungan dengan dukungan para pemilik modal, karena semua pemilik modal pasti menginginkan kepastian keuntungan sejah hari pertama mereka berinfestasi. Sangat sedikit investor baik bank maupun program pemerintah berupa subsidi yang mau mendukung wirausaha yang biaya tinggi tanpa bunga pengembalian yang tinggi pula. Jadi PKBM harus membatasi biaya pengembangan dan invertasinya atau melakukannya  secara bertahap.
  5. Membawa beberapa manfaat melebihi pendapatan. Banyak dari kita menganggap keuntungan sebatas jumlah yang dihasilkan saja, padahal manfaat dari usaha itu sendiri juga merupakan keuntungan non moneter.Keuntungan non moneter itu antara lain:
    1. Manfaat langsung dari yang behubungan dengan misi, misalnya menyelenggarakan pelatihan kerja atau mendidikan masyarakat tentang kelompok kerja.
    2. Manfaat Perubahan Organisasi
    3. Hubungan Masyarakat dan Manfaat pemasaran
  6. Rasio risiko rendah dibandingkan penggalangan dana secara tradisional.
  7. Pendapatan yang diperoleh masuk akal baik bagi mereka yang berharap keuntungan kecil maupun keuntungan besar.

Menghasilkan  uang pada lrmbaga non profit akhirnya menimbulkan pertanyaan apakah langkah ini sebagai cara untuk mempertahankan kelangsungan program atau merupakan variasi sumber penerimaan organisasi? Untuk usaha yang sangat erat selaras dengan program tujuan lembaga, ambisi para penanam modal sering hanya untuk  menutupi sebagian biaya program dan harapannya lebih realistis. Bagi banyak pemimpin lembaga non profit, hal ini membuat usaha yang diperlukan untuk memulai dan mengelola usaha jauh lebih dapat diterima.

  1. Pendapatan yang diperoleh bukan untuk semua orang. Semua lemabga Nonprofit  dapat terlibat dalam berbagai jenis lembaga usaha. Tetapi mereka yang paling mungkin berhasil adalah yang memiliki budaya kewirausahaan, komitmen terhadap konsep, kepemimpinan yang kuat, dan aset yang dapat memanfaatkan untuk menghasilkan pendapatan yang diterima. Seringkali, organisasi nirlaba telah sukses membangun program non profil drngan baik, baik yang sudah diperoleh sejak peluncuran pertama  atau pada saat usia usaha tersebut sudah cukup tua, mereka batu dapat fokus untuk melakukan wirausaha sosial.

Jadi wirausaha sosial memang tidak dapat dilakukan oleh semua lembaga non profit, karena hanya lembaga yang memiliki beberapa karakteristik kunci dapat fokus pada pembangunan kemampuan untuk bergerak ke arah kesiapan usaha.

  1. Kunci keberhasilan. Berikut ini adalah karakteristik umum dalam usaha bisnis non profit yang berhasil:
    1. Usaha bisnis beroperasi secara independen sebagai departemen sendiri atau entitas.

Usaha terkuat dibangun dengan penetapan wewenang dan tanggung jawab jelas.
Keputusan bisnis harus dibuat dengan cepat, tidak lebih lambat dari organisasi non profit umumnya.

  1. Usaha memiliki pengurus khusus

Organisasi harus memiliki seseorang yang peduli dan bertanggung jawab
bagi keberhasilan usaha. Hal ini merupakan usaha untuk memberikan lingkungan lembaga profit pada lembaga profit.

  1. Energi dan dukungan bagi usaha harus datang dari seluruh anggota organisasi non profit dan pengurusnya.
  2. Memiliki modal yang memadai.

Terutama di awal suatu usaha, arus kas yang lebih penting
daripada keuntungan. Banyak model bisnis yang gagal karena
sumber daya yang tidak memadai untuk mendapatkan usaha ke titik di mana ia dapat mandiri dan akhirnya menguntungkan. 

  1. Menyewa staff ahli

Naluri alami dari kebanyakan organisasi nirlaba adalah untuk menetapkan
seseorang staf tanggung jawab untuk usaha. Tergantung usaha, hal ini dapat bekerja pada awalnya, tetapi kebanyakan organisasi nirlaba dengan cepat menyadari perlu membawa seseorang yang memiliki keahlian dalam usaha.

  1. Tujuan usaha yang jelas.

Hal ini penting untuk menjelaskan dan menjaga fokus yang jelas pada tujuan
usaha. 

Sepuluh poin yang merupakan studi praktek wirausaha sosial di beberapa negara tersebut juga dapat diterapkan pada PKBM di Indonesia, dengan penyesuaian terhadap karakteristik PKBM tentunya. Tidak semua jenis wirausaha cocok diterapkan di semua PKBM. PKBM harus memilih dan mengukur kesesuaian dan kemampuan lembaganya dengan jenis usaha wirausaha sosial sebagai usaha penggalangan dana. Praktek wirausaha sosial yang dipilih diharapkan mampu memberikan penerimaan yang lebih pada PKBM sehingga PKBM dapat membuat program dengan kualitas bersaing dan variasi yang tidak terbatas program yang ditawarkan pemerintah. 

  1. Simpulan dan Saran

3.1.  Simpulan

PKBM seharusnya tidak menjadikan subsidi pemerintah sebagai satu-satunya penerimaan organisasi. Dengan tidak menyalahi orientasi lembaga yang bersifat non profit, PKBM dalpat melakukan kegiatan kewirausahaan sosial. Keberhasilan kewirausahaan sosial di berbagai negara dapat dijadikan acuan pemilihan dan pelaksanaanya pada PKBM. Dengan meningkatnya penerimaan PKBM diluar subsidi pemerintah, PKBM diharapkan dapat fokus membuat program pendidikannya memiliki kualitas yang bersaing dan variasi yang tidak terbatas program yang ditawarkan pemerintah.

3.2.  Saran

Tidak semua PKBM dapat melakukan usaha kewirausahaan sosial. Hal ini terkait perbedaan karakteristik dan ksiapan PKBM yang berbeda antara PKBM yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, praktek kewirausahaan di berbagai negara jika ingin diterapkan pada PKBM harus disesuaikan dengan kemampuan dan karakter PKBM itu sendiri.

Pustaka

Fattah, Nanang, & Nurdin, Diding, 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bandung: Paedagogiana Press

Shore, Bill. 2003. Powering social change: lesson on community wealth generationfor nonprofit sustainability, Washington: Community Wealth Ventures, Inc

Sudjana, D. 2000. Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, sejarah perkembangan, falsafah, teori pendukung, Asas,Bandung: Falah Production.

(Chapter 9) Strategic choice: Innovation and Entrepreneurship

Sumber Internet

(http://dyahhapsariprananingrum.blogspot.com)

Tinggalkan komentar